Hi, guys belakangan hari ini kita dihebohkan oleh (klaim) temuan fenomenal di Gunung Sadahurip, salah satu gunung di sisi tenggara bentukan geografis yang dikenal sebagai cekungan Bandung (Jawa Barat). Dipantik oleh klaim tim Turangga Seta dengan pendekatan yang kontroversial, disebut-sebut gunung ini sejatinya merupakan piramida purba dalam ukuran sangat besar. Tim Katastrofik Purba, yang dibentuk oleh Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana, menyeret kontroversi lebih jauh setelah melakukan uji pertanggalan karbon radioaktif pada lapisan tanah di permukaan gunung dan mendapati umur sangat tua, hingga 7.000 tahun silam lebih. Penggalian di salah satu bagian menemukan susunan bebatuan, yang kemudian (tanpa analisis lebih lanjut) dinyatakan sebagai bronjong tubuh piramid. Sebagian media massa turut membuat kontroversi membuhul ke titik kulminasinya, mulai dari pengakuan penemuan pintu masuk piramid hingga batu bertulis (prasasti) yang terukir huruf kuno.
Bagi sebagian dari kita, khususnya yang terobsesi oleh teori Arsiyo Santos tentang Indonesia sebagai Atlantis yang fenomenal, penemuan piramida Sadahurip dianggap sebagai bukti eksistensi Atlantis di masa silam. Penemuan ini sekaligus diklaim sebagai bukti bahwa asal-usul berbagai peradaban berbagai bangsa yang terserak di muka Bumi adalah Indonesia. Sepeti terlihat dari umur piramida Sadahurip, yang jauh lebih tua ketimbang piramida Mesir. Sehingga dianggap bangsa Mesir, pun demikian bangsa-bangsa pembangun piramid lainnya, merupakan turunan dari penduduk Atlantis yang dulu hidup di Indonesia.
Pada diagonal yang berlawanan, klaim temuan piramida Sadahurip mendapatkan tantangan kuat dari sejumlah disiplin ilmu, terutama arkeologi dan geologi. Bagi para arkeolog, selain penyelidikan terhadap Gunung Sadahurip yang serampangan, tak sistematis dan tanpa mematuhi metode penelitian lapangan arkeologi yang baku, piramida Sadahurip tidak didukung oleh jejak-jejak pemukiman maupun hasil budaya manusia sezamannya yang terserak disekitarnya. Bagi para geolog, kenyataan lapangan menunjukkan gunung Sadahurip lebih merupakan fosil gunung berapi alias gunung berapi purba, yakni gunung berapi yang tumbuh dan penah aktif berjuta tahun silam namun kini telah mati sepenuhnya dan tererosi hingga nyaris habis.
Piramida Sadahurip
Bagaimana dengan piramida Sadahurip ?

Cita kontur kompleks Gunung Galunggung-Telaga Bodas dan sekitarnya. Gunung Sadahurip ditunjukkan oleh tanda panah.
Kita batasi gunung Sadahurip pada kontur elevasi 1.320 m dpl ke atas hingga puncaknya, mengingat dari kontur tersebut sifatnya tertutup. Nampak jelas bahwa gunung Sadahurip memiliki dasar berupa segilima tak simetris sehingga sis-sisinya pun tak sama luasnya. Dasar berbentuk segilima ini amat berbeda dengan piramida Mesir, yang segiempat. Pun demikian dasar berupa segilima tak simetris ini pun mengherankan, karena meski piramida dapat saja memiliki dasar berbentuk segilima (meski tak ada contohnya) namun seharusnya berbentuk simetris.
Akibat ketidaksimetrisan dasarnya, maka arah hadap sisi-sisi gunung Sadahurip pun tidak simetris. Di awali dari utara, masing-masing sisi menghadap ke arah 68, arah 143, arah 220, arah 284 dan arah 344. Tak satupun yang berimpit dengan sumbu mataangin utama (utara-selatan timur-barat) atau sumbu mataangin sekunder. Dengan demikian selisih sudut antar sumbu tiap sisi bervariasi dari yang terkecil 60 derajat hingga yang terbesar 77 derajat. Bila dasarnya simetris, seharusnya selisih tersebut seragam pada nilai 72 derajat (yakni 360 dibagi 5).

Dengan gunung Sadahurip diklaim sebagai piramida dan manusia yang membangunnya diklaim hidup lebih awal dibanding bangsa Mesir Kuno maupun bangsa Jawa kuno, bahkan diklaim pula sebagai bangsa Atlantis nan cerdas yang menjadi leluhur bangsa-bangsa berperadaban tinggi lainnya di muka Bumi, maka dua fakta berbeda itu mengerucut pada dua kesimpulan. Pertama, para pembangun piramida Sadahurip tak paham geometri. Sehingga tak bisa merancang dasar piramida yang simetris. Ini bertolak-belakang dengan bangsa Mesir kuno dan Jawa kuno yang telah mengenal dan menerapkan geometri dalam pembangunan piramida dan candinya. Dan yang kedua, para pembangun piramida Sadahurip tak paham astronomi. Sehingga piramidanya tak bisa menjadi penanda peristiwa-peristiwa langit yang penting bagi kebudayaan bangsa-bangsa kuno.
kesimpulannya yakni, gunung Sadahurip bukanlah piramida dan juga bukan bangunan menyerupai piramida yang kita lihat selama ini.